Bulan Kasih Sayang
Tanggal 14 pukul sembilan
Di sebuah malam
Pada bulan kasih sayang
Malam mati ditikam sepi
Tak ada suara musik
Simponi indah dari sayap-sayap jangkrik
Hanya satu bulan
Bercahaya dalam malam
Bermandikan bintang-bintang
Setia terlihat menemani
Sedangkan bulan ini
Kita belum saling jalan lagi
Ah, aku kangen kamu
Tapi kamu sibuk dengan alasan tetek bengek
Rinduku semakin menumpuk di saku
Sebentar lagi merobek-robek baju
Malam- Malam Sakral
Malam-malam yang ingin aku lalui bersamamu
Adalah malam yang beratap sunyi
Kata-kata lenyap ditelan letih
Bau tubuhmu menjadi menu malam paling gurih
Tak berapa lama lampu dan api padam
Hanya puisi yang masih terjaga
Memulangkan senyum dan peluh
Bersembunyi di balik pintu
Lalu, engkau siapkan pagelaran sakral
Menggelar upacara di ranjang
Memainkan peran dan lelakon
Membuat perutmu sebentar lagi bulat seperti melon
Nasib Kata
Hampir setiap malam
Aku menuliskanmu puisi
Dan kau bahagia
Dia telah menjadi milikmu yang abadi
Kau bertanya,
Dengan milyaran deret kata
Bagaimana nasib kata yang melimpah ruah di semesta
Bila tak menjadi bagian puisi pada akhirnya?
Ku jawab,
Sama sekali tidak berarti bagiku puisi di semesta
Bila tak ada kau di dalamnya
Secangkir Kopi
Apa boleh kutanyakan padamu
Apa ada yang lebih merdu
Dari secangkir kopi di malam hari?
Apa boleh kutanyakan padamu
Apa ada yang lebih menderu
Dari secangkir kopi di malam hari?
Disingkarkannya kantuk
Disapunya letih hari buruk
Padahal ibuku bilang tidurmu nikmat
Bila kantuk kau peluk di dalam selimut
Lalu ngorokmu membuat jangkrik di pelataran rumah menggerutu kecut
Maka, kubuat kopiku malam ini
Sengaja kuairi dengan rindu
Yang sementara sebulan ini
Menyiksa dengan apa saja berbau tentangmu
Sambil kubaca kabar dari surat kabar
Ada banyak kasus pembunuhan
Sementara yang lainnya banyak orang mati
Karena ditikam kerinduan
Tak lupa kupenuhi gula setengah
Setengah lagi sudah dipenuhi manis wajahmu
Seketika kopi sudah jadi
Kuaduk perlahan
Kuseduh senikmat-nikmatnya
Namun, tak jua nikmat
Mungkin lidahku mati rasa
Atau mungkin saja
Rasa-rasanya rindu
Yang perlahan mematikanku
Apa boleh kutanyakan padamu
Apa ada yang lebih syahdu
Dari secangkir kopi di malam hari?
Kopiku yang dingin
Menjawab dengan dingin
Ada, yaitu
“Rindu yang mengoyak-oyak kesadaranmu”
***
Irsyad Rasyid Muhammad adalah pengajar sains yang senang mengukir puisi sebagai salah satu alternatif mengendapkan kenangan-kenangannya. Kumpulan Puisi-nya telah termuat dalam buku Rahasia-rahasia Lakon Kahyangan (2024). Bisa dihubungi pada instagram irsyad_amanda.
Berikan Balasan