Aku Rindu Lapar
malam ini aku rindu lapar
suara-suara emak dari atas meja
menggelinjang masuk dalam kamar
tanpa permisi. lalu.
“sudah makan?”
“mari makan.”
kubilang nanti saja. laparku belum datang
malam ini aku rindu lapar
bayangannya berenang mengikutiku
keriputnya hilang terhapus oleh imajinasi
dosa bertumpuk-tumpuk dalam kamar
sejak bertemu api dalam nafsu
mungkin ia sedang merindu juga
ah, senyumnya ada dalam buku
ada dalam dada
perlukah ku belah?
seperti ikaln-iklan di tivi
yang terlalu jauh dari akal sehat
suara manis dari mulutmu
oh, malaikat
buatkan aku sebantal guling
aku ingin tidur sementara
menatapmu dalam mimpi
agar tak lagi tua
(Surabaya, 2018)
Antara Jayapura dan Sunda
antara jayapura dan sunda
sulawesi bersedia menjadi jembatan
tak perlu takut kehilangan
tak perlu risau karena tak melihat
bukankah cinta sejati tak mengenal jarak
tentu kau ingat,
sebelah bola mataku kau rampas
untuk kau ganti dengan bola matamu
dan kita bisa saling memandang
tertawa saat bahagia
menangis saat sedih
lalu berpelukan ketika mimpi benar-benar mengundang malam
ya, malam telah merambat
dan aku ingin naik ke bulan
menari bersamamu, meski tanpa busana
agar sempurna sayap kita
antara jayapura dan sunda
hanyalah berjarak kening dan mata
(Bau-Bau, 2017)
Benar Aku Telah Membohongimu
aku benar telah membohongimu
saat malam tenggelam tepat diwajahmu
ucapmu yang ku ingat setahun lalu
memberi warna pada langkah pemuda
seperti rotan yang baru kuanyam
aku benar telah membohongimu
saat malam tenggelam tepat di wajahmu
sesaat lagi aku akan berdiri diujung kuku
bersama bidadari-bidadari tak bernama
semisal esok aku tak ada,
benar saja aku telah membohongimu
(Bau-Bau, 2017)
Gagal Wawancara
aku tak begitu pandai berdamai dengan hujan
hari ini ia bernyanyi tak berhenti
lalu aku gagal wawancara
aku mencari rumahnya
namun ia belum setengah jalan
kau marah tanpa arah
aku masih mencari asap rokok di atas meja
bau dan rasa kopi yang masih mengingat panci di rumah
aku gagal wawancara
kau gagal dapat uang banyak
maaf telah membuatmu mondar-mandir
gelisah bersarang dalam kita
dan kita menahannya sekian lama
kulihat kau mulai takut padaku
tenang saja,
meski aku penjahat, aku masih bisa memilih
korban
tidak seperti kau yang kulitpun tak punya
ah, matamu hilang mencari suara hujan
matahari masih malu-malu
kekosongan memegang piala atas kemenangannya
baiklah. ini bukan giliran kita
hujan terlalu lihai mengusir
padahal ini istana milik bersama
lain kali jangan lupa bawa amplop
untuk bungkus hujan
sebelum wawancara selesai
(Surabaya, 2018)
Kapan Tahun Kita
terakhir tahun ini
apa yang sudah kita siapkan untuk tahun besok?
pernahkah kita ceria untuk menjemput kematian kita sendiri?
lihatlah tanah-tanah yang sekarang kita injak
sesungguhnya ia merindukan tubuhku, tubuh molekmu
cacing-cacing tanah disana sedang menunggu
berpikirlah sejenak
maka berziaralah
agar kelak kita di ziarahi
entah kapan
mungkin setelah tahun ini
(Bau-Bau, 2017)
JOE HASAN: lahir di Ambon pada 22 Februari. Kini Berdomisili di Surabaya, Jawa Timur. Pecinta Olahraga Taekwondo. Beberapa puisinya pernah dimuat di media lokal dan nasional
Berikan Balasan