Gelar FGD ke-3, PWI Urai Benang Kusut Defisit APBD Pamekasan

PAMEKASAN, Lebur.id – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, menggelar Focus Group Discussion (FGD) ke-3 di Gedung Rato Ebhu Mandhapa Aghung Ronggosukowati Pamekasan, Kamis (14/3/2024).

Pada FGD dengan tema ‘Mengurai Benang Merah Defisit Anggaran APBD Kabupaten Pamekasan’ itu, PWI menghadirkan beberapa pemateri yang kompeten. Diantaranya yakni Kepala Baperrida Pamekasan, Sigit Priyono, Kepala BPKPD Pamekasan, Sahrul Munir, Ketua Banggar DPRD Pamekasan, Halili Yasin, serta Prof. Dr. Zainal Abidin, S.E.

Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan mahasiswa, para aktivis, dan tentunya para jurnalis dari berbagai jenis media mulai dari online, cetak, radio, dan media televisi yang ada di Pamekasan.

Ketua PWI Pamekasan, Hairul Anam menyampaikan, salah satu alasan digelarnya FGD yakni Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa wartawan Indonesia harus bersikap independen, berimbang, menghasilkan berita yang akurat, serta tidak ada itikad buruk dalam menulis berita.

“Untuk bisa berimbang, karya wartawan mesti cover both side; proses peliputan suatu berita yang melibatkan dua sudut pandang yang berbeda,” ujar alumnus PP Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep itu.

Menurut Dosen Praktisi Universitas Madura itu, wartawan tidak hanya bisa menghadirkan cover both side atau penyajian berita dari dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan. Namun lebih dari itu, seorang jurnalis mampu untuk menghadirkan berita yang cover all sides, atau memunculkan banyak sudut pandang.

“Di forum ini, pematerinya terdiri dari eksekutif, legislatif, dan pakar. Gagasan yang muncul dari para pemateri bisa mengetengahkan cover all sides,” terangnya.

Sementara itu, Kepala BPKPD Pamekasan, Sahrul Munir mengatakan, defisit anggaran bukan sesuatu yang negatif sebagaimana dipahami oleh kebanyakan masyarakat.

“Defisit bukan berarti buruk, tetapi untuk memaksimalkan anggaran sebelumnya dan hal ini sudah sesuai aturan,” pungkasnya.

Pernyataan Sahrul juga selaras dengan penjelasan dari Prof. Dr. Zainal Abidin. Zainal menyebut bahwa hal itu juga sudah sesuai dengan aturan anggaran yang ada dalam sejarah Baitul Mal.

“Dalam sejarah Islam, di Baitul Mal tidak boleh ada dana yang mengendap,” pungkasnya. (lum)