PAMEKASAN, Lebur.id – Sterilisasi kawasan monumen Arek Lancor Pamekasan dari para pedagang kaki lima (PKL) dan mobil pedagang buah yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP) setempat, beberapa waktu lalu kini mulai membuahkan hasil.
Pantauan jurnalis Lebur.id, di trotoar sepanjang jalan lingkaran Arek Lancor kini sudah dipasangi garis larangan agar tidak lagi ditempati para PKL maupun mobil pedagang buah berjualan. Tidak hanya itu, beberapa personel Satpol PP juga terlihat siaga menjaga area tersebut tetap steril.
Meski begitu, ada salah satu mobil pedagang buah yang tetap nekat berjualan di area utara monumen Arek Lancor, tepatnya depan rumah dinas Kodim di Jalan Slamet Riyadi. Mobil pedangang buah itu membuka lapaknya di luar garis larangan hingga memakan bahu jalan, Sabtu (11/1/2025).
Parahnya, saat salah seorang jurnalis media JTV, Fauzi, hendak mewawancara pemilik mobil pedagang buah yang ngeyel itu. Si pedagang buah malah melarangnya untuk mengambil gambar dan diduga bertindak kasar dan mengintimidasi Fauzi dengan memukul tangan hingga handphonenya jatuh ke aspal.
Padahal, Fauzi mengaku sebelumnya telah memberikan penjelasan kepada pedagang buah itu terkait tugas peliputannya di Arek Lancor. Bahkan menurut Fauzi, salah seorang teman si pedagang buah itu juga sempat mengajak duel dirinya.
“Waktu kejadian, ada petugas Satpol PP, ada teman saya, juga jurnalis lain yang menyaksikan langsung kejadian ini,” ujar Fauzi, Sabtu (11/1/2025).
Untungnya, kegaduhan tersebut secepatnya diredam oleh petugas Satpol PP yang ada di lokasi.
“Saya sudah koordinasi dengan kantor saya (JTV, red) dan akan memberikan pendampingan untuk melakukan pelaporan ke pihak yang berwajib,” sebut Fauzi.
Ketua persatuan wartawan indonesia (PWI) Pamekasan, Hairul Anam turut mengecam dugaan tindakan intimidasi terhadap jurnalis yang dilakukan pedagang buah itu.
“Saya kenal baik dengan Mas Fauzi. Dia wartawan JTV, yang kita kenal sebagai media mainstream dan beritanya jadi rujukan masyarakat Jawa Timur,” ungkapnya.
Menurut Anam, perlindungan pekerja pers adalah harga mati. Pihaknya sangat menyayangkan adanya tindak kekerasan tersebut. Sebab, hal itu merupakan bentuk intimidasi terhadap wartawan saat bertugas di lapangan.
“Tindakan intimidasi kepada insan pers, telah mencederai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kemerdekaan Pers,” ujar Anam, Sabtu (11/1/2025).
Dikatakan, menghalangi wartawan saat menjalankan tugasnya dapat dipidana. Itu tertuang di Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” ujar Anam mengutip UU Pers. (lum)
Berikan Balasan