Madura Darurat Rokok Ilegal, Direktur Jawara Sebut Ada Permainan Kotor Penebusan Pita Cukai

PAMEKASAN, Lebur.id – Direktur PT Jawara Internasional Djaya, Pamekasan, Jawa Timur, Marsuto Alfianto, membeberkan bobroknya sistem percukaian yang berdampak negatif terhadap dunia industri rokok di Madura.

Menurutnya, pabrik rokok asal Pulau Garam yang sudah berhasil memproduksi rokok resmi atau legal, dalam prakteknya malah semakin dijegal agar produksi rokoknya menjadi ilegal atau bodong. Sebab pajak rokok resmi otomatis masuk kas negara dan tidak bisa dinikmati oleh oknum mafia cukai.

“Rokok saya sudah resmi. Tahun 2023, Jawara bayar pajak cukai, ppn (pajak pertambahan nilai) dan pph (pajak penghasilan) Rp 58,6 Miliar. Kalau saya produksi rokok bodong (ilegal, red), saya bisa jadi kaya dong,” ujar pengusaha yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusat Advokasi Masyarakat Nusantara (Pusara) Madura itu, Senin (12/8/2024).

Ia melanjutkan, upaya penjegalan itu bermacam-macam. Mulai dari rumitnya alur perizinan, kemudian sulitnya mendapatkan jumlah pita cukai yang sesuai prosedur, hingga penindakan yang bisa menimbulkan efek kejut bagi setiap pengusaha rokok.

“Supaya apa, supaya ini turun gradenya. Dari yang bercukai supaya tidak bercukai, setelah tidak bercukai pada saat itu kan harus ada komunikasi dong,” tutur Alfian, sapaannya.

Alfian menilai, permainan tersebut pada intinya untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah dengan cara yang kotor. Sederhananya, rokok yang sudah resmi, diinjak supaya tidak resmi, ketika tidak resmi jadinya bodong atau ilegal, ketika bodong kemudian ditindak, dan ketika ditindak akhirnya lobi-lobi di belakang meja.

“Jadi maraknya rokok polos atau bodong di Madura itu saya yakin bukan keinginan pengusaha. Akan tetapi sistem yang menjadikan seperti itu, diciptakan oleh oknum-oknum supaya di Madura itu menjadi sarang rokok polos atau ilegal,” tegasnya.

Selain itu, Alfian juga membeberkan permainan kotor dalam penebusan pita cukai. Menurutnya, setiap 15 orang karyawan itu berhak menebus pita cukai sebanyak satu rim atau 500 lembar. Tapi pada kenyataannya tidak seperti itu.

“Saya kekurangan pita cukai, kami punya 137 orang karyawan rokok kretek herbal Jawara. Kalau setiap 15 orang mendapatkan 1 rim pita. Kalau dikalkukasi seharusnya saya dapet 9 sampai 10 rim, tapi dikasihnya kadang satu kadang dua rim saja,” keluhnya.

Ia mengaku kewalahan dengan itu, sebab banyak rokoknya yang sudah terlanjur diproduksi tapi tidak kebagian pita cukai. Untuk mengatasi hal itu hanya ada dua pilihan, pertama tetap menjual rokok tersebut meskipun berstatus bodong, pilihan kedua dengan menebus pita cukai tambahan lewat oknum.

“Saya memilih untuk tetap tidak menjual rokok tersebut. Ada 1.400 karton saya gak dapet pita cukai disitu, kerugiannya Rp 7,8 Miliar,” terangnya.

“Nah, kemudian ada oknum yang bilang bahwa saya bisa dapet pita cukai lebih, caranya per rimnya harus nambah biaya Rp 35 Juta, ada yang Rp 25 Juta, saya ada rekamannya semua,” pungkasnya. (lum)