Kembali ke Masjid

Oleh : Mashuri Toha

Pada tanggal 16 September lalu, saya mengikuti pelantikan Pengurus Daerah Dewan Masjid Indonesia (PD-DMI) di Pendopo Kabupaten Pamekasan, dengan komposisi kepengurusan baru. Saya dimasukkan sebagai dewan pakar. Ini tantangan.

Saya senang bergabung di dalamnya, berharap menjadi hamba yang selalu menggantungkan hati ke masjid. Ya, jadi ‘marbot masjid’ dalam makna yang luas, yaitu menjadikan masjid sebagai rumah besar umat Islam, tempat memulai dan kembalinya hajat umat, tempat ibadah yang menyenangkan, menyejukkan dan damai.

Hari itu, Bupati Pamekasan KH. Badrut Tamam, S.Psi jadi tuan rumah acara. Usianya masih muda, tapi inovatif. Dalam sambutannya, Bupati meluruskan bahwa adanya Islamic Centre, belum relevan fungsi dan cenderung salah kaprah. Pusat kegiatan umat Islam itu harusnya di masjid. Sambutannya lugas dan kontekstual. Senang punya bupati yang ‘rasa kiyai-nya’ masih kuat.

Bupati menjadikan acara itu sebagai momen strategis, karena berhasil melantik imam besar masjid agung Pamekasan. Ide cerdas. Nambah poin inovasi, karena, pelantikan imam besar masjid agung adalah yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Jempol untuk sang Bupati. Nyantol hatinya ke masjid.

Imam besar dibutuhkan, menghadapi jamaah yang multi audiensi, datang dari berbagai latar sosial, struktur dan kultur. Agenda kerjanya sudah menunggu; recovery perpecahan umat pasca Pemilu ( post-democracy ), pemulihan trauma sosial saat pandemi, stres sosial efek domino penurunan ekonomi, dekadensi moral, dan pemporak-porandaan akidah.

Di tengah krisis multi dimensi ini, imam besar menjadi dirigen dalam harmoni untuk tauhidul ummah. Locusnya ada pada tiga unsur penting, yaitu; kepemimpinan yang kuat, kebijakan stratejik dan peranserta jamaah. Bahwa: La Islama illa bil jamaah, wala jama’ata illa bil imaroh, wala imarota illa bit tho’ah. Modal dasar kekuatan masjid adalah ketaatan, dengan demikian shof bisa diluruskan.

Dewan masjid mengurai peta jalan, karena semakin banyaknya kesesatan, post-truth, tingginya kasus kriminal, sampai pada aksi teror anjing dan penusukan ulama. Dewan masjid membangun living ecosystem yang menjadikan masjid lebih bernilai bagi jamaah dan lingkungan sekitar, mampu membangun fintech untuk kemandirian ekonomi umat.

Di masjid kita tenang, setiap lima waktu kita dipanggil untuk berjumpa Allah, beribadah tanpa rasa waswas, para imam dan da’i menjadi model, sumber ilmu pengetahuan yang menyejukkan, bukan pemicu stresor, agar masyarakat tidak ambil jarak dengan masjid.

Tetapi juga, ada perlindungan pemerintah terhadap para imam masjid dan da’i. Sempat gaduh. Walaupun kini tidak ada lagi sertifikasi da’i, pemerintah sudah merubahnya menjadi; Program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama.

Masjid dan sistem sosial pendukungnya memaksa perubahan. Mencari solusi untuk mendatangkan kehidupan manusia yang lebih baik. Tempat menundukkan hati, jiwa, akal, dan ruh. Masjid adalah tempat sujud, membuang kesombongan dan kemusyrikan.

Bupati, imam besar dan dewan masjid harus berani berijtihad, karena transformasi fungsi masjid sudah dimulai sejak dari dahulu. Di zaman Rasulullah SAW, masjid dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Masjid berfungsi sebagai lembaga pendidikan, ngaji, dakwah. Dan menjadi lembaga sosial ekonomi, mengelola ZIS untuk kemaslahatan umat, lengkap dengan fasilitas kesehatan.

Rapatkan barisan, pemimpinnya sudah memanggil. Kita lihat beberapa pimpinan daerah yang ‘rasa kiyai-nya’ tinggi, berinisiasi membangun masjid, mere-definisi jabatan politiknya untuk umat.

Di DKI misalnya, pak Anies Baswedan membangun masjid apung berteknologi ramah lingkungan, alokasi anggaran 50 M. Demikian juga dengan Pemprov Jabar, membangun masjid apung di atas danau, luasnya 7,2 hektare. Hebat. Yang lain bukan tidak bisa, menyusul, masbuq.

Kini, masjid berimprovisasi dengan kebutuhan zaman, tanpa menghilangkan esensinya sebagai rumah Allah. Tempat berkumpulnya orang sholeh, memakmurkan kebajikan. Masjid adalah episentrum khoiro ummah. _Turn back crime. Ayo, kembalikan umat ke masjid. (*)


MASHURI TOHA: Alumni PMII Pamekasan, saat ini aktif sebagai Dosen di IDIA Prenduan Sumenep. Tulisan ini pertama kali diuanggah di GWA IKA PMII Cabang Pamekasan.