Oleh; Nur Khalis
Menghadapi pandemi Covid-19 mulai terasa melelahkan. Sejak April lalu, segala upaya telah dilakukan. Diantaranya dalam bentuk anjuran, ajakan untuk sadar dengan lingkungan sekitar dan bahkan penindakan.
Hanya saja, hingga bulan kesekian, pandemi Covid-19 ini belum juga mengajarkan artinya persatuan. Di kota kami, misalnya, ketika ada warga yang terkonfirmasi positif, yang sering diungkit adalah sikap abai mereka.
Warga selalu menjadi kambing hitam dengan kesan prilaku yang barbar. Warga, pada batasan tertentu, seperti menjadi makhluk paling keliru di tengah pandemi yang terus menyebar.
Memamg harus diakui, diantara mereka yang baik, ada juga warga yang abai dan bahkan menentang. Tipe orang seperti mereka, mungkin karena dua hal.
Pertama, mungkin saja mereka menerima informasi yang keliru atau tidak lengkap. Kedua, bisa jadi mereka mempercayai teori konspirasi bahwa Covid-19 hanyalah bisnis dengan modal teror kesehatan yang menakutkan.
Jika itu yang terjadi, sebelum warga selalu dikambing hitamkan, maka kerja pemerintah (khususnya Kab. Sumenep) juga perlu dievaluasi dan mau menerima masukan.
Misalnya, pemerintah mengklaim telah maksimal menyampaikan anjuran, peringatan dan penindakan. Pertanyaannya, apakah anjuran itu disampaikan dengan benar, humanis dan bukan sekedar seremonial?
Bisa saja anjuran pemerintah tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Kemampuan orang awam memahami, tentu akan berbeda dengan tenaga medis atau satgas Covid-19 saat menjelaskan. Jika tenaga medis yang menjelaskan tidak humanis dan hanya asal-asalan, ini kan juga menjadi persoalan?
Yang lain, misalnya, soal penindakan. Apakah penindakan yang dilakukan oleh petugas sudah mampu membuat warga sadar bahwa pandemi ini bukanlah akal-akalan? Apa indikatornya? Bisa saja penindakan yang ada, oleh warga dipandang layaknya operasi polisi di hari-hari biasa. Kalau tidak ditilang, bisa selesai di pinggir jalan raya. Pandangan ini tentu berbahaya.
Paling tidak, kurangi upaya mengkambing hitamkan kami. Karena bisa saja anjuran, peringatan dan penindakan yang pemerintah suarakan hanya dilakukan setengah hati.
Misalnya, sejak 24 September 2020, Kabupaten Sumenep zona merah lagi. Ada yang tahu, apa langkah yang dilakukan pemerintah akhir-akhir ini? PSBM di Saronggi saja, bantuannya masih nihil hingga kini. Sebelum mengkambing hitamkan, mari saling jaga dan intropeksi. (*)
MUR KHALIS: Jurnalis Televisi nasional, tinggal di Sumenep Madura. Tulisan ini kali pertama diuanggah di akun pribadinya NK Gapura.
Berikan Balasan