Kembalikan Hak Bermain Anak

Oleh: Nia Ramdaniati

 

Salah satu hak anak adalah bermain. Maka orangtua tidak perlu heran dan pusing mengapa anaknya terus terusan inginnya bermain. Bangun tidur mau main. Siang mau main. Malam sebelum tidurpun maunya bermain. Seolah tidak kehabisan tenaga, selalu aktif bermain.

Kalau anak-anak selalu tidak mau bermain orangtua justru harus khawatir. Kemungkinan anak tersebut sakit. Sakit bisa berupa fisik maupun psikis. Psikis bisa karena anak tersebut terganggu atau karena kurang berselera.

Tapi sebaliknya jika orang dewasa selalu bermain itu tanda tanya besar. Mungkin dulu belum puas bermain.. hehe.. atau mungkin tidak tau tujuan hidup. Atau orang itu malas bekerja.. pokoknya bermian itu dunia anak-anak, walaupun orang dewasa boleh bermain tapi porsinya berbeda dengan anak-anak.

Nah, jika masih ada sekolah untuk anak usia dini yang kegiatannya formal, tidak ada kegiatan main sama sekali maka harus waspada, artinya ada hak anak yang terabaikan. Sedangkan lembaga PAUD baik playgroup, TK maupun RA dan satuan paud sejenks harus melakukan pelayanan yang holistik integratif. Layanan holistik integratif itu mencakup pendidikan, pengasuhan, perlindungan dan kesehatan.

Anak-anak yang tidak mendapatkan pengalaman bermakna dari kehidupan sehari-hari cenderung menjadi individu yang bisa saja pintar tapi dia kurang berkarakter. Pengalaman bermakna sangat bisa diraih dalam kegiatan main serta kegiatan pembiasaan yang dilakukan anak-anak.

Kita terkadang menyepelekan sebuah kegiatan yang dilakukan anak. Kenapa sih anaku lari-lari terus. Padahal ternyata dia lari-lari sedang bekerja keras membuat sesuatu yang istimewa. Ia sedang membayangkan menjadi pemain sepak bola misalnya. Bahkan dengan berlari itulah ia menjadi sehat dan kuat.

Ngapain sih ade bermain air? Ini yang sering diprotes orangtua kepada anak-anak. Padahal ia sedang belajar mengamati bagaimana sifat air, rasa air dan tentu saja banyak manfaat terhadap emosinya.

Jadi, masih mau membiarkan anak tidak menemukan pengalaman bermakna? Padahal usia dini tidak bisa terulang lagi. (*)


NIA RAMDANIATI: Tenaga pendidik di salah satu sekolah di Tasikmalaya Jawa Barat. Penulis juga aktif di komonitas Literasi Nasional. Tulisan ini kali pertama diuanggah di GWA Literasi.id.