Cintaku, Sesederhana Itu
Barangkali cinta memang seperti sebuah gelombang, dimana kita berayun menghabiskan masa.
Maka jantungku, selalu berdebar indah untukmu. Dawai-dawai yang tak pernah kehabisan getar, berirama melantunkan rindu, menggemakan nada-nada cinta merangkai sinfoni kehidupan.
Dan pada gemuruh ombak, pada angin yang berhembus di daun-daun, pada kicauan burung-burung dan rumpun bambu yang bersenandung. Senantiasa kita dengar musik anggun yang menggetarkan jiwa. Percayalah sayang, bahwa hanya kamu yang ada di hatiku. Yah, hanya kamu.
Sebuah perapian yang selalu menyala dalam kobaran cinta, sering kali menggenangi pipi dengan airmata. Lalu ku ubah ia, menjadi gerimis yang melukis pelangi di pinggir senja.
Tubuhmu adalah selimut bagi jiwaku, sementara aku adalah api perwujudan panasmu. Engkau adalah gunung yang indah, dan akulah magma yang membara. Maka biarkanlah cahaya matahari itu jatuh di wajahmu, sebab aku bahagia memandang keindahan alam dari jendela hatimu.
Serumpun sajak cinta, sehamparan dunia dan masa depan yang menjulang hingga nirwana. Bukankah telah ku ciptakan hujan untuk menghapus debu-debu masa lalu, bukankah sudah ku balut langit dengan pelangi, dan ku petik setangkai mawar untukmu. Sungguh, aku hanya mampu mencintaimu.
*******
Tahun Baru
Malam melangkah sejuk di pelataran, bintang-bintang berkilau, menitipkan kerling matamu. Cantik parasmu adalah cermin perjalananku, dimana aku memaknai waktu.
Tepat pukul 00.00 malam ini, hingar tahun anyar membentangkan masa. Semarak terompet dan dentuman asa membahana dikota sana, bunga-bunga cahaya bermekaran di angkasa. Namun, aku hanya melihat kembang api berpijar dimatamu.
Gairah jiwaku memancar dalam sakinah, kurangkai pendar-pendar doa, ku eratkan genggaman, sebab cinta adalah takdir kita.
Melewati hari demi hari bersamamu, tahun-tahun menjadi anugerah. Dan nyala cinta ini menerangi sejarah kita, cukup disampingmu saja, ku ucap kata: Selamat tahun baru, Adinda. Kaulah kalender bahagiaku.
Surabaya, 01 Januari 2018
*******
Mengatur Tuhan
Embun pagi yang tersisa dijendela kacamu itu isayarat cinta,
betapa Tuhan ingin selalu mesra.
Denganmu, wahai hamba.
Sungguh dermawannya Engkau Tuhan,
kebutuhan hidup kita tersedia,
meski kita selalu lupa.
Tak malukah kau yang selalu meminta,
sudah bahagia di Dunia,
tapi akhiratnya juga.
Jika kehendakNya tak sesuai keinginan,
hamba masih bertanya mengenai keadilan.
Dasar, tak tahu malu.
Lihatlah sorban yang kian memanjang,
jidad yang semakin hitam.
Semua memandang mulia,
tapi kehendakNya kau sangka hina.
Bila tak sesuai rencana,
Allahu Akbar kau buat senjata.
Negara di anggap celaka,
presiden difitanah dusta,
ramai-ramai ke istana,
katanya mereka berdosa.
Masih saja tak habis-habisnya,
lapangan terbuka digelar sejadah.
Ayo istighasah qubra,
berharap Allah mengabulkannya.
Laa ilaha illa Allah,
dengan tegas kau berucap,
tiada Tuhan selain Allah.
Tapi jabatan kau tuhankan,
kekuasaan kau agungkan,
kepentingan kau sembah dengan ke angkuhan.
Pamekasan 17 Agustus 2017
GHANI ABDILLAH: Penyair muda kelahiran Sumenep Madura, tepatnya di pulau Gili Genting. Saat ini berdomosili di Pamekasan, aktif menulis puisi sejak SMA dan sudah banyak dibukukan dalam beberapa antologi puisi. selain itu dia juga aktif di beberapa kelompok kesenian diantaranya adalah Koloman Pojok Surau (KPS) Pamekasan.
Berikan Balasan