Adalah suatu kesalahan paradigmatik jika selama ini masyarakat Madura selalu saja diasumsikan sebagai orang-orang keras yang termanifestasikan dengan satu corak budayanya, carok. Sebab masyarakat Madura juga memiliki beragam kearifan budaya lokal (local wisdom) yang ikut mewarnai kebudayaan nasional, semisal karapan sapi, sapi sonok, saronen, ludruk, topeng Madura, dan lain sebagainya. Selain itu, asumsi bahwa masyarakat Madura primitif dan tingkat kecintaannya terhadap seni pertunjukan sudah rendah sudah tidak relevan lagi diperbincangkan. Justeru masyarakat Madura hari ini adalah orang-orang yang telah bersinggungan dengan modernitas dan terus mencoba melestarikan budaya lokal demi mengiringi globalitas budaya yang terus menancapkan jejaring-jejaringnya.
Fenomena globalisasi dengan sekian nilai yang dibawanya, di satu sisi memang memunculkan beragam kekhawatiran masyarakat lokal, karena kebudayaan baru yang dibawa oleh globalisasi tampaknya secara perlahan mulai menggerus kekayaan lokal. Tetapi di sisi yang lain globalisasi justeru memberikan arah pencerahan dan kemajuan budaya Madura. Beberapa tokoh di Madura memunculkan gagasan tentang revitalisasi kebudayaan yang dimiliki Madura. Konsepsi revitalisasi merupakan tawaran untuk menyelamatkan kebudayaan agar tetap eksis, salah satunya dalam bidang seni musik lokal di tengah kemajuan seni musik kekinian.
Hal itu dapat kita teropong dari kesenian musik tong-tong yang terus mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah untuk dijadikan ikon baru musik tradisional sekaligus sebagai simbol perlawanan budaya Madura. Mencuatnya beragam festival musik tong-tong di samping sebagai bentuk revitalisasi kesenian lokal, secara bersamaan menjadi jawaban atas tesis Kuntowijoyo (2002) yang menggambarkan bahwa orang Madura suka bermigrasi dan kecintaannya terhadap kesenian cukup rendah. Tong-tong adalah sistem nilai yang coba diramu dalam bentuk kesenian.
Musik tong-tong adalah musik dengan peralatan dari bambu dan dibuat dengan model sederhana ini, tapi mampu menghadirkan bunyi yang rancak dan tak kalah indah dari musik modern, merupakan kekayaan lokal yang mampu mewarnai kehidupan masyarakat, terutama di Madura. Istilah tong-tong berasal dari tiruan bunyi itu menyebut satu kelompok alat musik, yaitu sejenis kentongan, sekaligus untuk menyebut orkes yang terdiri dari sejumlah tong-tong. Buku Aneka Ragam Kesenian Sumenep (Disparbud Sumenep, 2004) menyebutkan bahwa dalam bahasa Madura yang lazim, istilah itu biasanya menyiarkan makna lain yang tidak selalu dieksplesitkan, yaitu perreng atau bambu.
Eksotisme Musik Tong-Tong
Pada awalnya, dalam kehidupan masyarakat kampung, tong-tong hanya dimanfaatkan terbatas untuk memberi peringatan atau isyarat saat ada kejadian-kejadian penting, misalnya saat ada pencurian, akan dimulainya kegiatan-kegiatan desa dan saat ada kejadian-keja dian yang lain, kini telah dihadirkan menjadi sepe rangkat alat musik yang mampu melahirkan musik yang menarik. Artinya, tong-tong pada awalnya tidak lebih hanya sekedar berbunyi. Sehingga nyaris kekayaan lokal ini hilang dari kehidupan masyarakat ketika segala bunyi-bunyian mampu diciptakan dengan nuansa yang lebih menarik dan berwama kekinian.
Di sinilah kita menemukan nuansa menarik dari kreativitas masyarakat Madura. Tong-tong kemudian dimunculkan sebagai hiburan untuk membangunkan orang yang hendak makan sahur di bulan ramadhan. Musik tong-tong yang dimainkan pada bulan ramadhan tidak hanya terdiri dari satu alat musik bambu saja. Dalam satu group musik tong-tong terdapat berbagai alat musik lain di samping kentongan yang merupakan instrument dasar dari orkes, semisal gendang, simbal kecil (kencer, kerca, atau korcd), sejenis pekeng atau metalofon kecil berplat tiga, bertipe do-fa-sol atau fa-sol-la, jriken atau ember plastik kosong, dan tempaian tembikar (kehno atau kelmo’) ditutup dengan ban dalam truk yang direntangkan dan diikat dengan tali neon.
Meskipun musik tong-tong hanya terdiri dari alat musik yang sangat sederhana, akan tetapi, dengan kreatifitas yang tinggi masyarakat Madura, tong-Tong mampu disulap menjadi seperangkat alat musik yang tidak kalah indah dan menarik dari pada musik modern. Musik tong-tong, selain sebagai perwujudan lain seni musik, juga memiliki karakter khas suatu kebudayaan yang mampu beradaptasi dengan kehidupan masa kini. Seni musik tong-tong, bukan hanya menjadi alat musik penghibur, tetapi sebagai bukti bahwa setiap kekayaan lokal tidak bisa langsung diputuskan harus ditinggalkan dan dibiarkan.
Ikon Musik Lokal Madura
Tin Mayya (2007) menyebutkan tong-tong memiliki keunikan tersendiri yang sangat dahsyat. Sebagai kekayaan lokal, tong-tong tidak hanya mencer minkan tentang masih hidupnya kekayaan lokal, tetapi musik tong-tong saat ini telah berhasil menjadi tradisi seni musik yang tidak kalah menarik dengan seni-seni musik terbaru sekalipun. Sebab, di tangan para pemusik Tong-Tong yang notabene hanya seperangkat alat musik terbuat dari bambu, bisa diracik untuk menghasilkan bunyi-bunyian seperti alat-alat musik modern.
Salah satu keunikan inilah yang menurut Tin Mayya, yang pada akhimya mampu memposisikan musik tong-tong sebagai salah satu aliran seni musik lokal yang harus diperhitungkan. Tong-tong dalam konteks saat ini, tidak bisa dilihat hanya sekedar seperangkat alat musik lokal yang apa adanya, tapi diakui ataupun tidak, tong-tong telah mampu menjadi ikon seni musik yang tumbuh dan berkembang dari kondisi lokal. Musik tong-tong adalah kreatifitas masyarakat lokal yang disemangati oleh komitmen untuk memberdayakan dan menyelaraskan seni musik lokal dengan perkembangan alat musik modern.
Kehadiran musik Tong-Tong tidak hanya sekedar menjadi pelengkap dalam dunia seni musik, tetapi telah menjadi ikon baru dalam perkembangan seni musik kekinian. Modifikasi alunan musik dan link lagu yang seringkali ditampilkan dalam musik tong-tong, tidak hanya menyajikan lagu-lagu dengan nilai lokal, tetapi juga mampu diracik dengan lagu-lagu yang tercipta abad ini, sehingga musik tong-tong tampak lebih menjadi aliran musik yang serba bisa, terutama ketika harus memunculkan identitas sebagai aliran tradisi seni musik yang diformulasi dengan kekayaan lokal.
Bangkitnya musik tong-tong bukan hanya telah mampu menjadi tradisi seni dengan kekuataan lokal yang sangat kental, tetapi juga telah mampu menjadi ikon baru yang harus diapresiasi dengan maksimal. Sebab, sebagaimana dipaparkan Tin Mayya, kehadiran musik tong-tong adalah perwujudan kebudyaan dan warisan lokal yang sangat bernilai. Musik tong-tong hadir bukan hanya untuk melengkapi seni musik lokal, tetapi juga sebagai power kebangkitan musik-musik dengan nilai-nilai lokal, yang pada akhirnya harus menjadi embrio bangkitnya musik-musik lokal yang lain. Sebab, musik lokal, seperti musik tong-tong akan menjadi alternatif musik yang menjadi pilihan masyarakat modern, di tengah geliat dan perkembangan seni musik modern yang makin mengaburkan identitas lokalitasnya akibat gelombang modernisasi yang sangat dahsyat.
*) Imam S. Arizal, Penikmat Budaya Madura.
Berikan Balasan